Karakteristik umum

KARMA

Penjelasan singkat “Perenungan yang sebenarnya pada karakteristik umum karma” dan cerita-cerita pendukungnya.

Acharya Chandragomin mengatakan:

"Bila seekor anak sapi

tertarik sejumlah rerumputan dan dedaunan kering di bibir sumur yang dalam,
Ia mungkin tidak berhasil mencapainya, tetapi malah jatuh ke dalam lubang yang sangat dalam.
Dia yang berhasrat pada nikmatnya kehidupan duniawi sama seperti ini.”

Mengembangkan pendirian pada keyakinan (hukum karma) sebagai akar dari semua kebahagiaan sementara dan kebaikan tertentu.

Untuk menjelaskan topik ini dibagi menjadi dua:
1. Perenungan yang sebenarnya pada karakteristik umum karma.
2. Merenungkan perbedaan di antara jenis karma.

Blog Buddha Dharma ini hanya menguraikan yang poin 1, Empat Karakteristik umum Karma:

Kepastian Karma.

Pertumbuhan Karma.

Kau tidak akan mengalami akibat dari (karma) apa yang tidak kau perbuat.

Karma yang telah kau lakukan tidak akan hilang dengan sendirinya.

1. Kepastian Karma

Ketika kita melakukan suatu kebajikan, perbuatan ini hanya dapat menjadi sebab bagi timbulnya pengalaman yang menyenangkan.

Sebaliknya ketika kita melakukan suatu ketidak-bajikan, perbuatan ini hanya dapat menjadi sebab bagi timbulnya pengalaman yang tidak menyenangkan. 

Cerita-cerita pendukung dari "Kepastian Karma" ini

Dahulu kala ada seseorang Bhiksu yang  memiliki suara yang sangat merdu tetapi parasnya sangat buruk, begitu buruknya hingga membuat orang lain di dekatnya tak tertahankan dan pergi meninggalkannya.

Dua keadaan ini dihasilkan dari karma bajik dan karma tidak bajik sebelumnya. Di masa lampau ketika ia terlahir sebagai seorang pekerja yang ditunjuk raja untuk membantu membangun sebuat stupa besar.

Karena stupa ini rencananya dibangun dengan ukuran yang luar biasa besar, pekerja ini mengucapkan kata-kata celaan bahwa stupa tersebut tidak akan pernah selesai.

Akan tetapi, setelah stupa ini selesai, dan setelah ia mendapatkan upah dari hasil kerjanya, upah tersebut dipakai untuk membeli sebuah lonceng sebagai persembahan ke stupa yang dia bangun ini.

Dari lonceng tersebut ia mendapatkan suara merdu, dikatakan suara ini begitu merdunya sehingga semua binatang yang mendengar, mendekat menghampirinya. Dikatakan juga Raja Prasenajit yang mendengar suara tersebut ingin mempersembahkan jubah kepada Bhiksu ini. Raja meminta Sang Buddha untuk memberikannya dan Sang Buddha menyuruh raja untuk memberikannya secara langsung. 

Tapi ketika raja bertatap langsung dengan Bhiksu ini, dia sangat ketakutan dan lari sampai lupa maksud awalnya untuk memberikan jubah. Dalam pikirannya Bhiksu tersebut bukanlah manusia.

Dia datang kembali kepada Sang Buddha dan mengatakan tidak dapat memberikannya secara langsung dan Sang Buddha tetap pada sebelumnya agar raja mempersembahkan langsung.

Ini adalah penggambaran betapa buruk parasnya. Bila kita lihat kembali penyebabnya, hanya dari sebuah ucapan yang mengatakan stupa tersebut tidak akan selesai ketika ditanya kapan selesai. 

Bila kita lihat secara saksama seperti sesuatu yang tidak begitu buruk dari perbuatan ucapan tersebut tetapi menghasilkan hasil yang begitu besar

Sutra Dama Murkha

Demikian juga pada masa Yang Mulia Atisha  berada di Tibet, beberapa orang melakukan kesalahan yang kecil di hadapan beliau.

Ada seorang Bhiksu yang menumpahkan minyak di alas duduk yang digunakan oleh seluruh Bhiksu di ruang pertemuan. Akibatnya pada kehidupan berikut ia dilahirkan sebagai seorang lelaki yang memiliki tanda hitam di punggungnya.

Kangyur vol.3, bagian 63.

2. Pertumbuhan Karma

Dampak dari kebahagiaan yang hebat dapat saja muncul dari hasil karma bajik yang kecil. Sebaliknya ketidak-bajikan yang kecil bisa menghasilkan penderitaan yang besar.

Sebagai contoh, pohon persik yang tumbuh dari sebutir biji benih kecil dapat tumbuh sangat besar. Setiap tahunnya pohon tersebut menghasilkan ratusan bahkan ribuan daun dan buah. Namun proses pertumbuhan karma jauh lebih besar daripada ini. 

Cerita-cerita pendukung dari "Pertumbuhan Karma" ini

Suatu saat, ketika Yang Terberkahi mengunjungi desa Nyagrodha. Beliau meramalkan bahwa seorang perempuan yang mempersembahkan segenggam manisan wijen padaNya akan terlahir di masa yang akan datang sebagai Pratyeka Buddha, Supranihita. 

Suaminya kemudian mengkritik Sang Buddha dengan mengatakan, “Engkau seharusnya tidak mengucapkan kebohongan hanya demi memperoleh makanan.”

Sang Buddha menjawab dengan menyebutkan contoh pohon Nyagrodha di dekat area tersebut yang dapat menaungi lima ratus kereta tanpa bersentuhan. Beliau mengatakan bahwa pohon besar ini telah tumbuh dari sebutir benih yang ukurannya hanyalah sebesar butiran mustar.

Kemudian Beliau menjelaskan dengan cara yang sama, hasil-hasil yang besar dapat matang bahkan dari perbuatan-perbuatan yang kecil. Penjelasan ini meyakinkan sang suami.

Divyavadanam, bab 4.

Selama masa Buddha Kasyapa, seorang Bhiksu mencoba untuk bermeditasi di kuil di mana para Bhiksu lain sedang melafalkan kitab-kitab suci dengan lantang di malam hari. Karena suara mereka menghalangi konsentrasinya, ia membanding-bandingkan nyanyian doa para Bhiksu tersebut dengan katak yang bersuara sepanjang malam.

Sebagai akibat dari perbuatan salah dari ucapan ini, ia terlahir kembali sebanyak lima ratus kali sebagai seekor katak.

The Sutra of the Wise and the Foolish Bab 47

Suatu perbuatan salah yang membawa kelahiran sebagai seekor kera juga terjadi selama masa Buddha Vipasyi. Seorang bhiksu telah mencapai kekuatan yang luar biasa yang memungkinkannya untuk berjalan ke puncak gunung dengan sangat cepat.

Seorang bhiksu yang lebih muda menertawakan kelincahan bhiksu tersebut dengan mengatakan bahwa ia menyerupai seekor kera. Untuk itu, bhiksu muda ini terlahir kembali sebagai kera sebanyak lima ratus kali.

Sutra Dama Murkha Bab 47.

3. Kau tidak akan mengalami akibat dari (karma) apa yang tidak kau perbuat.

Jika kau belum menghimpun karma yang menjadi penyebab dari suatu pengalaman yang bahagia maupun menderita, kau tidak akan mengalami suatu kebahagiaan atau penderitaan yang menjadi akibatnya.

Selama masa perang, beberapa orang mengklaim, “Aku tidak pakai jimat pelindung, tetapi ketika orang-orang menembakkan begitu banyak senjata, aku tidak terluka sama sekali.”

Kau mungkin menganggap ini sebagai sesuatu yang luar biasa, tetapi ini adalah hal dimana mereka tidak mengalami sesuatu yang tidak mereka perbuat.

Di sisi lain, beberapa orang yang pada awalnya tidak terluka oleh senjata tetapi kemudian terbunuh. Beberapa orang akan berkata, “Jimatnya telah hilang kekuatan.” Tapi ini hanya semata menunjukkan kurangnya pemahaman pada hukum karma. Ini tidak lain hanya pada awalnya, orang tersebut tidak bertemu dengan karma yang akan menyebabkannya mengalami akibat tersebut, namun kemudian, akhirnya bertemu (terbunuh).

Cerita-cerita pendukung ini

Seorang ratu dari Raja Udayana, Shyamavati, yang telah mencapai tingkat Anagamin. Ia dilayani lima ratus orang pelayan yang semuanya telah mencapai Srotapanna.

Namun ketika brahmana Makandika membakar istana, sang ratu beserta seluruh rombongannya hanya mampu terbang ke langit dengan jarak tidak seberapa.

Shyamavati berkata, “Siapa yang mengatur kita selain karma kita sendiri, yang kita ciptakan dan himpun sendiri?” Seperti seekor ngengat jatuh ke kobaran api, ia beserta pelayan perempuannya kemudian membiarkan diri mereka jatuh terlalap api dan terbakar sampai mati.

Kecuali satu orang pelayan bernama Kubjottara, yang meskipun ia belum memperoleh kekuatan adi biasa apapun, ia mampu lolos dengan melarikan diri melalui saluran air. 

Divyavadanam, bab 36.

Ketika Virudhaka menyerang suku Sakya, 77.000 orang yang tidak mampu meloloskan diri mati terbunuh, meskipun semuanya Srotapanna.

Selama pembantaian terjadi, kepala suku Sakya, Mahanama, membujuk Virudhaka untuk tidak membunuh suku Sakya lagi selama ia dapat tetap menyelam di sebuah kolam air. Ia kemudian dengan sengaja mengikat dirinya sendiri ke cabang pohon di dalam air dan tenggelam.

Beberapa orang dari suku Sakya yang tidak berbuat karma yang dapat menyebabkan mereka bertemu dengan akibat tersebut (terbunuh) mampu menyelamatkan diri selama Mahanama tetap menyelam di sebuah kolam tadi.

The life of Buddha, hal 116-122, W.W. Rockhill.

4. Karma yang telah kau lakukan tidak akan hilang dengan sendirinya.

Ketika kita telah melakukan suatu perbuatan, tidak ada istilah karma tersebut menjadi lapuk atau kehilangan kekuatannya untuk berbuah karena perjalanan waktu ataupun lenyap dengan sendirinya. 

Meski setelah waktu yang lama, satu perbuatan sepele pun dapat menghasilkan buah. Meskipun tidak pasti kapan berbuahnya. Apakah dalam 100 tahun kemudian, 1000 tahun, puluhan ribu tahun, tapi pasti akan berbuah.

Seperti yang dikatakan oleh Sang Buddha bahwa karma perbuatan itu tidak akan hancur meskipun ratusan kalpa. Ketika kondisinya sudah matang, karma tersebut pasti akan berbuah.

Jadi ketika karma perbuatan yang telah dibuat tidak berbuah pada satu kehidupan berikutnya, bisa saja akan matang di kehidupan berikutnya lagi atau kehidupan berikutnya lagi, begitu dan seterusnya.

Alasan tidak berbuah bukan karena itu sudah hilang tapi hanya dikarenakan kondisinya belum lengkap untuk berbuah.

Cerita-cerita pendukung ini

Pada masa Buddha Shakyamuni, ada seorang perumah tangga bernama Srija. Dia tidak dapat melakukan pekerjaan apapun dan hanya berdiam di rumah karena usia yang sudah lanjut. Orang di rumahnya pun kurang senang dengannya. 

Dia berkeinginan untuk menjadi seorang sramana. Lalu dia pergi menemui Arya Sariputra untuk meminta beliau menahbiskannya menjadi seorang sramana. Sariputra mengatakan bahwa dia tidak mempunyai akar kebajikan untuk menjadi seorang sramana. Srija sangat sedih mendengarnya.

Dalam perjalanan pulang ke rumahnya dalam keadaan sedih, dia bertemu dengan Sang Buddha. Sang Buddha menanyakan tujuan perjalanannya. Dia menjawab sedang perjalanan pulang ke rumahnya sesudah bertemu dengan Arya Sariputra dan menceritakan apa yang terjadi, bahwa dia mau menjadi seorang sramana tetapi dikatakan tidak bisa karena tidak mempunyai akar kebajikannya. 

Dan Sang Buddha mengatakan: ”Tidak kau mempunyai akar kebajikan menjadi seorang sramana, jadilah seorang Samana.” Dan akhirnya dia menjadi seorang sramana dimana Sang Buddha sendiri yang menahbiskannya. 

Dikatakan bahwa Sariputra tidak dapat melihat kebajikan kecil yang telah dilakukan Srija untuk menjadi sramana, dimana Sang Buddha dapat melihatnya. Kebajikan apa yang dilakukan sebelumnya? 

Ini terjadi pada kalpa-kalpa sebelumnya dimana Srija terlahir sebagai seekor lalat yang sedang berhinggap di gundukan kotoran hewan dan pada saat ada aliran air yang mengenai kotoran tersebut. Kotoran tersebut terbawa air dan tanpa sengaja mengitari sebuah stupa dalam lingkaran penuh

Dengan kebajikan inilah dia bisa menjadi seorang sramana. Kebajikan sedemikian subtil di kelahiran sebelumnya ini hanya Sang Buddha yang dapat melihatnya, yang bahkan seorang Sariputra yang telah memiliki pencapaian tinggi mencapai Arahat tidak dapat melihatnya.

Liberation in the Palm of One’s Hand (Lamrim rnam grol lag bcangs)

Murid Sang Buddha yang memiliki kekuatan adi biasa terunggul, Arya Maudgalyayana. Salah satu kemampuannya beliau dapat pergi ke alam neraka. Disana beliau bertemu dengan seorang tirthika yang dulunya memiliki banyak pengikut. 

Dia menitipkan pesan kepada Maudgalyayana agar memberitahukan murid-muridnya (sekelompok pertapa yang dikenal dengan nama Yasticudika, yang secara harfiah artinya mereka yang membawa pentungan dan mengenakan ikatan rambut) untuk tidak melakukan apa yang telah dilakukannya sebelumnya.

Maudgalyayana lalu kembali dan menemui murid-murid tirthika tersebut dan memberitahukan pesan guru mereka. Murid-muridnya sangat marah karena perkataan buruk mengenai gurunya dan memukuli Maudgalyayana dengan pentungan. 

Setelah para pertapa memukul seluruh tubuhnya bagaikan seikat alang-alang rawa, Arya Sariputra bertanya kepadanya, “Mengapa engkau tidak menggunakan kekuatan adi biasamu untuk meloloskan diri?” Arya Maudgalyayana menjawab bahwa karma telah menghalangi kemampuannya bahkan untuk sekadar memikirkan kekuatan adi biasanya itu, apalagi menggunakannya. Dan akhirnya beliau tidak dapat bertahan.

Karma apa yang menyebabkan hidup seorang Arya Maudgalyayana yang memiliki kekuatan adibiasa ini dapat berakhir seperti itu?

Beliau mengalami pengalaman ini karena pada satu masa di kehidupannya yang lampau, beliau mengucapkan kata-kata kasar kepada ibunya dan kekuatan karma perbuatan ini tidak hilang dengan sendirinya untuk berbuah.

Kangyur, vol 10 (tha)

Ada cerita dimana pada zaman Buddha Kasyapa ada seorang bhiksu yang menebang pohon walaupun ini melanggar vinaya, tapi dia tetap melakukannya karena tidak peduli dengan perkataan Sang Buddha sehingga pada kehidupan berikutnya dia terlahir sebagai naga yang memiliki bongkol sejenis pohon di kepalanya yang sangat sakit karena pendarahan ketika diterpa angin.

Sang naga tersebut menghampiri Sang Buddha dengan wujud seorang manusia dan Sang Buddha meminta untuk balik ke wujud aslinya dan menanyakan apa yang menjadi penyebab rupa seperti itu. Dia menjawab perbuatannya memotong pohon sebelumnya yang berakibat seperti itu. Ini menunjukkan bahwa sebuah perbuatan yang kelihatan remeh tapi dapat berakibat yang begitu besar.

Kangyur, vol. 29 (sha)

Satu-satunya cara untuk lolos dari akibat-akibat perbuatan buruk masa lampau kita adalah dengan mempurifikasi diri kita sendiri dengan mempraktikkan empat kekuatan penawar.

Liberation in the Palm of One’s Hand

Konklusi

Cerita-cerita seperti ini, yang memberikan gambaran cara kerja hukum karma dan akibatnya, sangatlah banyak. Mereka jauh lebih subtil serta lebih sulit untuk dipahami daripada ajaran tentang kesunyataan.

Contohnya para Arahat Shravaka maupun Pratyeka Buddha mencapai realisasi langsung tentang makna terdalam dari kesunyataan dan mereka juga mampu mengajarkannya kepada orang lain. Akan tetapi untuk makna terdalam dari sebab dan akibat (karma) hanya ada di wilayah para Buddha, dan seseorang harus mengevaluasinya hanya melalui pernyataan otentik Mereka.

Begitu subtilnya sifat dari hukum karma dan akibatnya ini sehingga, inilah yang menjadi alasan mengapa kita harus menghindari perbuatan jahat sekecil apapun.

@awakeningvajranusantara
© 2021 Awakening Vajra Nusantara. All Rights Reserved.